Rabu, 04 April 2012

Fiksi yang Terjadi Di Indonesia kita...

Ternyata tidak hanya small yang is beautiful. Lies ternyata juga is beautiful. Itu tampak dari tarik ulur kebohongan publik. Menko Perekonomian Hatta Rajasa membantah pemerintah melakukan itu terkait data keberhasilan pemerintah yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS).

Tapi mari kita sejenak mengkritisi angka dan fakta seputar itu. Data dari BPS menyebut tahun 2010 Indonesia surplus beras. Tak sedikit jumlah 'kelebihan' yang dirilis, karena kuantitasnya mencapai 4,325 juta ton.

Faktanya, tahun 2010 kita gila-gilaan mengimpor beras. Dari tiga negara Vietnam, India dan Thailand, terkumpul gelontoran beras ke dalam negeri sebanyak 1,33 juta ton. Malah pajak masuk Rp 650 per kilogram yang harusnya dikenakan terpaksa 'dihapus'. Bisa dibayangkan berapa triliun rupiah uang yang 'terbuang' percuma.

Masih soal yang ada kaitannya dengan beras. Data yang dikeluarkan tertuang 'orang miskin' di negeri ini mengalami penurunan. Tapi fakta yang terungkap, penyaluran 'beras miskin' jumlahnya terus bertambah. Ini yang membingungkan.

Dan jika kita masuk lebih ke dalam, kebingungan itu makin memusingkan ketika sudah menginjak pada asumsi kebijakan dengan hasil kebijakan. Dari impor gula yang 'dimainkan' cukong-cukong, mimpi swasembada daging yang nyatanya terus impor, sampai soal kebijakan ekspor yang 'tak masuk akal'.

Tengok ekspor dan impor kakao. Negeri ini melakukan ekspor kakao hanya dalam bentuk biji kakao. Dan setelah biji itu diserbukkan di luar negeri, kita impor kakao itu untuk kebutuhan dalam negeri. Ini belum termasuk turunan kakao impor yang memenuhi negeri ini.

Juga minyak sawit, crude palm oil (CPO). Sebagai negara terbesar penghasil CPO dunia, kebijakan pemerintah mengenai ekspornya juga tidak mencerminkan kebesaran itu. Bea Keluar terus ditinggikan sejalan dengan semakin tingginya ekspor, dan pemerintah tidak perduli dengan hujatan asing yang berusaha mendegradasi salahsatu pilar pemasukan negara itu. Nilai Rp 14 triliun yang diberikan sawit pada negara hanya dilihat sebelah mata. Itu juga sama dengan cukai rokok setara Rp 60 triliun, serta hasil Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang menyumbang devisa Rp 62 triliun. Padahal angka-angka itu telah menyumbang lebih dari 15% pasokan darah negara ini agar hidup dan sehat.

Memang benar pemerintah tidak jelek-jelek amat dibanding pemerintahan sebelum-sebelumnya. Tetapi jika kinerja yang masih amburadul ini diperbaiki dan semua pembantu presiden tidak sekadar 'yes men', maka prediksi berbagai lembaga keuangan dunia yang menyebut Negeri ini akan tampil sebagai raksasa dunia di tahun 2030 bisa dipercepat lagi.

Adakah benar pemerintah berbohong melalui BPS? Kapasitas saya bukan untuk bilang ya atau tidak. Sebab saya tidak paham bagaimana menghitung antara teori dan praktik dalam 'ilmu perangkaan'.

Tetapi yang saya tahu, jika realita berbeda dengan fakta itu adalah fiksi. Sebuah kejadian yang tidak terjadi. Untuk itu buku FE Schumacher 'Small is Beatiful' juga tak kalah indahnya dengan 'Lies is Beautiful' yang kini ditudingkan pada BPS dan pemerintah. Apalagi keduanya juga bicara soal ekonomi dunia.

Sering-seringlah 'berbohong' agar hidup itu 'indah'. Indah untuk diperdebatkan